MEDAN, siaranrakyat – Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof Dr dr. Ridha Dharmajaya Sp.BS (K) menerangkan dampak akan kerusakan saraf leher akibat penggunaan gadget yang salah dan berlebihan.
Penggunaan gadget yang salah berangkat dari cara penggunaannya yang membuat tekukan pada leher.
Leher dipaksa menanggung beban yang cukup berat selama waktu yang lama dan berulang tak cuma sehari, sebulan bahkan hingga tahunan yang menjadi pemicu kerusakan tulang belakang pada bagian leher atau saraf kejepit di leher.
Hal itu disampaikannya dalam materi gadget sehat di hadapan ribuan mahasiswa baru UISU Jalan SM Raja Medan, Selasa (19/9).
Menjawab pertanyaan salah satu mahasiswa Fak Hukum, Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), M. Fadil Nasution, mengenai saraf rusak apakah bisa kembali normal?
Prof Ridha pun menegaskan jika hal itu tak mungkin terjadi.
“Saraf tidak meregenerasi. Jika rusak maka selesai. Tak ada obat yang menyembuhkan dan tak ada operasi yang mengembalikan,” ungkap Prof Ridha.
Untuk itu jugalah Prof Ridha menjelaskan alasan GGSI ini diperkenalkan kepada para generasi muda yang akan menjadi pewaris bangsa.
“Maka kita (GGSI) hadir kemari karena sifatnya untuk preventif atau pencegahan. Awalnya banyak yang menganggap itu bukanlah masalah dan simple tapi justru akhirnya berujung petaka,” ucapnya.
Prof Ridha pun menjelaskan tiga cara menggunakan gadget yang sehat.
“Pertama, jika kita tidak bisa menghindari pekerjaan atau tugas yang penting maka cobalah pindahkan data dari handphone ke laptop atau PC maupun tablet. Kedua modifikasi posisi, yakni menempatkan layarnya sejajar dengan mata agar menghindari lekukan pada leher,” ucap Prof Ridha.
“Langkah ketiga, yakni manfaatkan break time setiap satu jam dengan melakukan berbagai aktivitas lain seperti pemanasan,” sambung Prof Ridha.
Dirinya berharap, ke depan Indonesia akan melahirkan generasi berkualitas yakni generasi pintar, bermoral dan berakhlak mulia dan memiliki fisik yang sehat.
Sehingga Indonesia yang kini masuk dalam situasi bonus demografi dengan jumlah usia produktif jauh lebih tinggi dari non produktif bisa dimanfaatkan dengan baik dan Indonesia bisa masuk jajaran lima besar di dunia. (wol/pel/d1)
Editor AGUS UTAMA