JAKARTA, siaranrakyat – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari memastikan pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden tetap sah meski Peraturan KPU (PKPU) baru direvisi.
Revisi itu memuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres dan cawapres. Sehingga, kata Hasyim, pendaftaran Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres tetap sah meski aturannya diubah belakangan.
Sebab, pada saat pendaftaran, KPU hanya memeriksa kelengkapan dokumen saja. KPU belum memeriksa apakah pasangan capres-cawapres itu lolos sesuai persyaratan atau tidak.
“Karena PKPU Nomor 19/2023 masih berlaku. Pertanyaan berikutnya disampaikan Pak Junimart tadi, bahwa apakah pendaftarannya menjadi sah, pendaftaran capres-cawapres yang kira-kira berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 tadi?” ujar Hasyim dalam rapat dengan Komisi II DPR RI, Jakarta, Selasa (31/10) malam.
“Kami menyatakan bahwa pada masa pendaftaran itu yang kami periksa adalah apakah dokumennya sudah lengkap atau belum lengkap,” jelas Hasyim.
KPU baru memeriksa kelengkapan dokumen pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang mendaftar.
Sementara apakah memenuhi syarat atau tidak, baru akan dilakukan ketika penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada 13 November 2023.
“Sehingga yang kami periksa itu tentang keputusan apakah dokumennya benar atau sah, sehingga kesimpulan akhirnya memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Itu keputusannya. Menurut jadwal nanti penetapannya pada tanggal 13 November 2023,” jelas Hasyim.
“Sehingga kami jadikan patokan ketika masa pendaftaran tersebut adalah lengkap atau tidak lengkap dokumen persyaratannya,” jelasnya.
Pembangkangan Politik dan Rekayasa Hukum
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) merupakan hasil dari political disobidience atau pembangkangan politik yang turut didukung oleh rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran, sebenarnya adalah political disobidience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia. Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK,” tutur Hasto dalam keterangannya, Minggu (29/10/2023).
Menurut Hasto, langkah Gibran Rakabuming Raka berseberangan dengan sikap rakyat Indonesia yang secara kultural adalah bertakwa kepada Tuhan. Sebagai negeri spiritual, persoalan moralitas, nilai kebenaran, serta kesetiaan pun sangatlah dikedepankan.
“Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian, lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan,” jelas dia.
Bagi Hasto, hal itu menjadi bagian dari situasi kelam dalam demokrasi saat ini. Dia pun yakin, seluruh rakyat Indonesia sangat memahami siapa yang meninggalkan demi ambisi kekuasaan semata.
“Semoga awan gelap demokrasi ini segera berlalu, dan rakyat Indonesia sudah paham, siapa meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan itu,” Hasto Kristiyanto menandaskan. (liputan6/pel/d1)